Sunday, January 17, 2010

room no.2

Kulempar tas ransel ku di lantai.
Kubuka jaket pelindung dari teriknya matahari di luar.
Panas!
Makin hari makin panas.
Bumi ini semakin menyerupai kawah berapi yang mendidih.
Atau neraka??
Hahah, aku tidak sanggup membayangkan bagaimana panasnya neraka.

Aku pasti akan merasakannya nanti..
*sigh!

Kurebahkan tubuhku yang berkeringat perlahan di atas kasur kapuk yang mulai mengeras.
Kunyalakan kipas angin kecil berbalut debu dekat tempat tidurku,
untuk sekedar memberi angin disalah satu bagian dari tubuhku.
Kipas angin ini berputar.
Putarannya yang sudah bukan 90 derajat membuatnya tidak sanggup menjangkau bagian-bagian yang jauh.
Dan kipas angin ini mulai renta. Dia mulai sering merintih.
Krieekk.. Kriieekk.. Kriieeeekk...

...

Kini kubuang pandanganku ke atas.
Melihat langit-langit yang tak pernah tersentuh sama sekali.
Terlalu tinggi.
Kau bisa bayangkan bagaimana kondisi disana.
Aku terlalu lelah untuk memikirkan bagaimana cara membersihkan langit-langit itu.
Atau mungkin terlalu malas?
Entahlah..

Kulirik salah satu sisi ruangan.
Gitar.
Kuambil gitar yang bersandar di salah satu sisi tembok.
Kupetik salah satu senar nada tertingginya.
Lalu kumainkan beberapa nada kunci disana.
Keras.
Senar ini mulai mengeras.
Ya Tuhan, kapan terakhir aku memainkan gitar ini??
Lama. Sudah lama sekali tidak terdengar suara gitar dari ruangan ini..
Kuletakkan lagi gitar itu pada tempatnya.
Kubersihkan kedua telapak tanganku.
Berdebu.

Kembali kurebahkan tubuhku diatas tempat tidurku.
Kupejamkan mataku perlahan.
Aku lelah.
Aku penat dengan semua kesibukan yang ada.
Aku muak dengan semua masalah-masalah yang datang.
Aku bosan dengan kehidupan diluar.
Aku lelah..



- untuk semua benda berdebu yang tak pernah tersentuh dan tak pernah mengeluh -